Bapak...


Tiga September 2018.
Sudah terbayang sejak sehari sebelumnya menatap Senin yang indah karena mendapat jatah libur sehari setelah aktivitas pekerjaan di setiap weekend

Tapi ternyata Yang Di Atas berkehendak lain.
Pagi, kurang lebih setengah delapan. Bapak tergolek lunglai di sebelah tempat tidur. Setengah sadar, berkeringat dingin, tanpa ucapan apapun. 
Panik karena belum pernah bapak mengalami seperti ini sebelumnya. Tanpa pikir panjang, rumah sakit adalah pilihan tercepat untuk dituju. Setelah mendapatkan tindakan di UGD dan ct scan bapak terindikasi gejala stroke karena ada pendarahan di otak sebelah kiri dengan volume pendarahan yang cukup luas, 25 cc. 

Setelah malam sebelumnya masih terlibat obrolan dengan bapak sambil menonton siaran penutupan Asian Games dan pagi hari mendapat kenyataan seperti itu. Bukan main rasanya. Pikiran kemana-mana karena bapak harus mendapatkan perawatan intensif dan bukan perkara mudah tentunya. Apalagi berkaitan dengan kepala — otak. Sungguh di luar dugaan. 

Pihak rumah sakit menyarankan untuk di rujuk ke rumah sakit lain yang memiliki dokter ahli dan fasilitas sesuai dengan perawatan yang dibutuhkan. Aku dan keluarga pun menyetujui karena bapak harus mendapatkan tindakan segera. 
Pendarahan otak. Membayangkan mengulang namanya saja tidak pernah. Tapi kenyataan berkata lain. Aku dan keluarga harus menghadapi kenyataan itu untuk pertama kalinya. Setelah dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar. Bapak mendapatkan ruangan khusus di Perawatan Stroke Akut (PSA) karena diperlukan perawatan yang intensif dengan interaksi dari pihak luar dan waktu kunjung minim. 

Dalam ruang PSA, bapak ditemani oleh beberapa alat medis yang menempel di tubuhnya, 3 perawat jaga 24 jam, dan 3 pasien lainnya. Lampu redup, dingin, minim suara selain bunyi alat rekam jantung yang membuat merinding, tirai-tirai lebar yang menjadi pembatas antar ruang, dan jendela kaca film yang menjadi sekat antara pasien dan penunggu adalah situasi yang cukup sulit bagi kami.

Pasti sulit, terlebih bagi mama yang setiap hari beraktivitas bersama bapak. Mulai dari bersepeda, ngobrol ngalor ngidul, sholat berjamaah, hingga memarahi anak-anaknya. Kini harus dibatasi dan diperbolehkan berinteraksi hanya pada saat jam tertentu. Hari pertama yang mengejutkan, melelahkan, dan penuh kekhawatiran. Namun, terlewati dengan perasaan sedikit lega karena bapak sudah tertangani medis dan beristirahat dengan nyaman. 

Malam kedua menjadi hari yang mengejutkan kembali. Setelah mendapatkan kunjungan dokter ahli bedah syaraf sekitar jam setengah sepuluh malam. Dokter menyarankan agar bapak segera dilakukan tindakan operasi penyedotan pendarahan untuk meminimalisir terjadi perluasan. Saya dan Mas Danny sudah memprediksi hal ini sebelumnya. Dan kami menyetujui bersama mama untuk mengikuti saran dokter, apapun resikonya pasti ada. Untuk kembali normal pasca operasi pun mustahil, banyak komplikasi yang pastinya akan ada. Entah perubahan intensitas fisik maupun daya tahan otak. Berbagai penjelasan kemungkinan-kemungkinan secara teknis dijelaskan cukup jelas oleh dokter. Kami tau ini berat. Tapi bukan kapasitas kami jikalau melarang jalan terbaik yang harus ditempuh agar bapak bisa segera keluar dari situasi ini. 

Pemicu pendarahan otak yang diderita bapak adalah karena tekanan darah tinggi yang mencapai 190/110. Dan itu yang menyebabkan pembuluh darah otak di sebelah kiri pecah dan terjadi pendarahan. Indikasi dokter seperti itu. Yang kami tau, bapak tidak ada riwayat hipertensi. Bapak termasuk orang yang paling rajin untuk check up ke puskesmas tiap sebulan sekali untuk mengecek jantung, kolesterol, dan tensi. Hasilnya pun baik, tidak pernah melewati batas kewajaran. Kalo pun tensi naik masih berada dalam hitungan normal karena bapak cenderung kurang tidur atau senang begadang. Soal makanan pun bapak jauh lebih selektif dan hampir tiap hari yang dikonsumsi kalo nggak tahu, tempe, telur, dan sayur. Selebihnya sangat jarang karena itu adalah menu favorit bapak. Selain itu, bapak juga rutin melakukan donor darah setiap 3 bulan sekali. Dan kejadian ini benar-benar di luar dugaan kami. 

Hari kedua dan ketiga dilewati dengan kekhawatiran yang semakin menjadi-jadi. 
Namun, tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak. Hari keempat kami mendapatkan kabar baik bahwa kondisi bapak stabil, alat vital berfungsi dengan baik, kesadaran dalam level yang baik, tidak ada mual atau muntah, intensitas batuk pun rendah. Kepala perawat menyampaikan dengan kondisi bapak seperti ini, bapak tidak perlu melakukan operasi setelah beberapa hari lalu dilakukan observasi. Dan bapak sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat inap untuk pemulihan. Perasaan lega yang teramat sangat. Bersyukur. Alhamdulillah, bapak sanggup melewati situasi ini dengan tegar. 

***